Menilik Perekonomian pada Masa Rasulullah

Rasulullah SAW diberi amanah untuk mengemban dakwah Islam pada usia 40 tahun. Pada masa kepemimpinan beliau, tidak ada tentara formal. Semua muslim yang mampu boleh menjadi tentara. Mereka tidak mendapatkan gaji tetap, tetapi diperbolehkan mendapatkan bagan dari harta rampasan perang, yang meliputi senjata, kuda, unta, domba, dan barang bergerak lain yang didapatkan dari perang. Situasi berubah setelah turun surat Al Anfal ayat 41 : “Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yaim, orang-orang miskin dan ibnu sabl, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Rasulullah SAW biasanya membagi seperlima (khums) dari rampasan perang tersebut menjadi tiga bagian, bagian pertama untuk beliau dan keluarganya, kedua untuk kerabatnya, dan bagian ketiga untuk anak yatim, orang-orang yang membutuhkan, dan ibnu sabil. Empat per lima bagian yang lain dibagi di antara prajurit yang kut perang, dan dalam kasus tertentu beberapa yang tidak ikut berperang pun mendapat bagian. Penunggang kuda mendapat dua bagian, untuk dirinya dan kudanya.

Pada masa itu, beliau mengadopsi praktik yang lebih manusiawi terhadap tanah pertanian yang ditaklukkan, yaitu sebagai fay  atau tanah dengan kepemilikan umum. Tanah tersebut dibiarkan dimiliki oleh pemiliknya dan penanamnya, sangat berbeda dari praktik kekaisaran Romawi dan Persia yang memisahkan tanah ini dari pemiliknya dan membagikannya kepada elit militer dan prajurit. Sedang tanah yang dihadiahkan kepada Rasulullah (iqta’) adalah tanah yang tidak bertuan dan relative kecil jumlahnya. Kebijakan ini tidak hanya membantu mempertahankan kesinambungan kehidupan administrasi dan ekonomi tanah-tanah yang dikuasai, melainkan juga mendorong keadilan antargenerasi dan mewujudkan sikap egaliter.

Pada tahun kedua setelah hijrah, diberlakukan bentuk shodaqoh yang kemudian dikenal dengan Zakat Fitrah, yang dibayarkan sekali setahun pada bulan Ramadhan. Besarnya satu shakurma, gandum, tepung keju, atau kismis untuk setiap muslim, dibayarkan sebelum shalat Idul Fitri. Kemudian ditetapkan pula zakat untuk kekayaan yang sudah tertentu nisab dan besarnya, tetapi belum ditemukan dalil yang pasti kapan penegasan diwajibkannya. Ada yang berpendapat mulai tahun ke-9 hijrah (Ibnu Asir) dan ada pula yang menyatakan diwajibkan sejak sebelum tahun ke-5 hijrah (Hafiz Ibnu Hajar).

Sumber Pendapatan Primer

Pendapatan utama bagi negara pada masa Rasulullah SAW adalah zakat dan ushr (iuran untuk tanah produksi ). Keduanya berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan seperti pajak. Zakat dan ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk salah satu pilar Islam.  Pada masa itu, zakat dikenakan pada benda logam yang terbuat dari emas seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya; benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya; binatang ternak unta, sapi, domba, kambing; berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan; hasil pertanian termasuk buah-buahan; luqta (harta benda yang ditinggalkan musuh); dan barang temuan.

Sumber Pendapatan Sekunder

Di samping pendapatan utama di atas, terdapat pula sumber pendapat sekunder yang memberikan hasil, yaitu :

  1. Uang tebusan untuk para tawanan perang, hanya tidak disebutkan jumlah uang tebusannya
  2. Rikaz harta karun temuan pada periode sebelum Islam
  3. Amwal fadhla, berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris atau berasal dari barang-barang orang muslim yang meninggalkan negerinya
  4. Wakaf, harta benda yang diindikasikan kepada umat Islam yang disebabkan Alloh dan pendapatannya akan didepositokan ke Baitul Maal.

Berdasarkan surat Al Hasyr ayat 7, tanah milik Bani Nadhir yang meninggalkan Madinah setelah perang Uhud dapat dibagikan dan merupakan tanah wakaf yang pertama dalam sejarah Islam.

  1. Kharaj atau sewa atas tanah, mulai ditarik pada tahun ke-7 Hijriah berdasarkan surat Al Anfal ayat 1 dan Al Hasyr ayat 6 dan 7 ketika Khaibar ditaklukan,
  2. Nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa Perang Tabuk,
  3. Zakat fitrah, zakat yang ditarik di bulan suci Ramadhan, dan dibagi sebelum sholat Ied,
  4. Bentuk dan shodaqoh lainnya seperti qurban dan Kuffarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan, misalnya denda kepada orang yang berburu pada musim haji.

Reformasi ekonomi

Rasulullah SAW pun melakukan beberapa kebijakan dalam rangka reformasi di bidang ekonomi dan kesejahteraan rakyat, di antaranya :

1. Meletakan dasar kebijakan keuangan negara

  • Negara mulai mempunyai pendapatan
  • Negara mulai mempunyai pengeluaran

2. Membentuk baitul maal

Dengan mulai adanya sumber-sumber penerimaan dan pengeluaran negara, diperlukan suatu lembaga yang mengurus kepentingan keuangan negara.

3. Mengembangkan sumber penerimaan negara

4. Meletakan dasar APBN

  • Kebijaksanaan belanja negara meliputi pengendalian pengeluaran negara dalam batas penerimaannya (balance budget policy)
  • Penentuan prioritas pengeluaran yang dalam jangka pendek dapat secara efisien memberikan dampak optimal pada pengembangan kesejahteraan masyarakat, yaitu dengan:

a. Meningkatkan kualitas sumber daya insani melalui gerakan pendidikan dan kebudayaan, serta ilmu pengetahuan;   b. Membangun infrastruktur ekonomi;    c. Membangun pertahanan dan keamanan;   d. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui penyaluran zakat, Infaq, dan sadaqah kpd yg berhak menerimanya

5. Meletakan dasar kebijakan fiscal

  • Penentuan subjek dan objek kewajiban membayar kharaj, zakat, ushr, jizya, dan kafarattermasuk penentuan batas minimal terkena kewajiban (nisab);
  • Umur objek terkena kewajiban (haul), dan tarifnya;
  • Membayar zakat untuk umat Islam termasuk salah satu ibadah wajib, maka menghitung berapa besar zakat yang harus dibayar dapat dilakukan sendiri dengan penuh kesadaran iman dan taqwa (self assessment)

6. Menciptakan dan memelihara stabilitas harga

Stabilitas harga diciptakan dan dipelihara dengan cara memperlancar arus barang, seperti :

  • Larangan penimbunan barang
  • Meningkatkan produksi barang dan jasa
  • Menerapkan akad murabahah yang mendahulukan keberadaan barang
  • Penghapusan monopoli dagang
  • Membentuk lembaga hisbah, dll

7. Meletakan dasar keseimbangan Moneter

  • Membiarkan berlaku dinar dan dirham
  • Pembebasan tarif dan bea masuk untuk emas dan perak
  • Larangan penimbunan uang
  • Larangan membungakan uang
  • Menggalakkan pinjaman tanpa bunga (qardhul hasan) dan model-model perjanjian bagi hasil dan risiko
  • Mencegah kegiatan spekulasi dan gharar
  • Larangan riba
  • Larangan maysir
  • Larangan Iktinaz
  • Mekanisme pasar yang adil
  • Menghilangkan distorsi pasar (menghilangkan bisnis bathil)
  • Mendorong perniagaan dan  eningkatkan produksi barang dan jasa
  • Pembentukan pola konsumsi
  • Pembentukan pola simpanan dan investasi
  • Pembentukan pola pinjaman
  • Distribusi yang adil dan jaminan sosial

Setelah Rasulullah SAW wafat, pemerintahan dipegang oleh Khulafaurrasyidin. Seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam, perkembangan pemikiran ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Banyak pemikir muslim yang mulai menggali isi dari Al-Qur’an yang menjadi sumber kebenaran dan pengetahuan, sehingga kota-kota besar Islam saat itu menjadi pusat kebudayaan dan pengetahuan dunia. Tak heran jika kemudian banyak ahli-ahli Barat yang datang dan belajar di kota-kota tersebut.

Namun, saat ini perkembangan pemikiran Ekonomi Islam yang pada 6 abad yang lalu pernah menjadi kiblat pengetahuan dunia masih kurang dikenal dan  berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan kajian-kajian pemikiran Ekonomi Islam kurang tereksplorasi di tengah maraknya dominasi ilmu pengetahuan konvensional (Barat), sejak runtuhnya kekhalifahan Islam di Turki lebih dari 8 dasawarsa yang lalu. Akibatnya, perkembangan Ekonomi Islam yang telah ada sejak tahun 600 M kurang begitu dikenal masyarakat. Ekonomi Islam kurang mendapat perhatian yang baik, sebab masyarakat tidak mendapatkan informasi yang memadai.

Wallahu a’lam bishowab

** dari berbagai sumber

Categories: Catatan | Tinggalkan komentar

Navigasi pos

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.